Senja yang Sama, that true
Selamat sore senja. Lagi-lagi
indah, tetapi tetap tidak menyampaikan apa-apa. Aku berteriak pelan di dalam
hati, senja aku mencintainya. Kapan kita bisa melihat senja bersama? Duduk di
pinggir danau, dan menceritakan hal-hal yang indah. Minum susu, makan coklat
bersama. Senja, tunggu aku datang bersamanya, kita akan sama-sama berbicara
tentangmu. Berbicara tentang keindahan. Beribu keindahan. Jangan berhenti
bersabar, karena aku sendiri pun tak tau kapan aku akan datang bersamanya.
Beristirahatlah dulu di balik bukit itu, besok kita bertemu lagi.
Pagi yang masih selalu sama,
Alhamdulillah..Allah masih memberiku kesempatan untuk hidup hari ini,
kesempatan untuk menyiramkan air kebahagiaan untuk orang-orang tersayang, bapak
ibukku..yaa walaupun setetes demi setetes. Biar aku cicil untuk membuatkan
danau untuk mereka. Danau tetesan keringat kerja kerasku, untuk mereka.
Dimana handphoneku? “Di atas
lemari”,
|
|
“Dew, ngampus jam berapa?”
“Jam 10.00 Ra, kenapa?”
“Oh, nggakpp”
“Kamu nggak ngampus?”
“Males Dew.”
“Kenapa?, gara-gara si Arif ya,
masih saja nyimpen perasaannya?”
“Entahlah Dew, aku mau fokus
kuliah dulu, nggak mau mikirin dia dulu. Aku mau sering-sering nulis, biar
sekali-kali bisa terbit di majalah, nggak cuman mentok di mading kampus. Eh,
tapi aku nggak bilang nyerah hlo Dew, He still in my heart, always.”
“Cie, iya deh Ra, sebagai temen
juga cuman bisa support kamu aja, yang sabar, jodoh nggak kemana kali.”
“Siap bu Dokter” teriakku.
Ke danau belakang kampus saja.
Aku mau nulis di sana. Nulis apa saja? Di sana selalu ada cerita untuk kutulis,
cerita tentang senja, lagi-lagi. Monoton, tetapi tetap indah. Senja, tunggu
aku.
Tumben banyak orang di sini,
orang-orang yang berpasang-pasangan. Aku masih saja sendiri, biarlah..cuek
saja. Aku duduk di bawah pohon rambutan, rindang, nggak panas..iyalah kan ini
udah sore. Siapin susu kotak sama coklatnya biar nulisnya tambah enak. Mau
nulis apa? Menulis tentang puncak kesabaran seseorang yang menunggu cintanya,
aku banget itu. Hm.
Tuhan, aku rasa aku sudah
berasa di puncak kesabaran, di puncak kelelahan, bolehkah aku menyerah? Mengapa
mencintai orang bisa sesakit ini? Tetapi mengapa juga Kau masih memberiku rasa
bahagia untuk rasa yang tak kunjung putih ini Tuhan. Aku pikir aku mampu
bertahan untuk tidak mengungkapkan, aku rasa aku sudah cukup bahagia dengan
diamku, aku selalu bersamanya di dalam doa, seperti malam-malam kemarin. Tetapi
darimana dia tahu, aku mencintainya. Rasa-rasanya inginku teriakkan semua isi
hati, ingin kupuisikan rasaku untuknya, dan ingin ku senandungkan perasaan ini.
Lagi-lagi diam adalah pada akhirnya.
Tetapi kau harus tahu, diam
tidak selamanya buruk. Katanya diam itu emas, apa iya? Sakit, sangat sakit.
Sesak, sulit untuk bernafas. Sepertinya aku tidak bisa mencintai selainnya.
Mengapa? Entahlah..
Senja, selamat berstirahat di
balik bukit itu. Mimpi indah ya. Aku pulang dulu, doakan aku, besok datang
bersama orang yang aku cinta, kita akan mengantarkan tidurmu di bawah pohon
ini. Sama susu kotak dan coklatnya juga.
“Assallamualaikum”
“Wallaikum salam, dari mana Ra?
Kamu udah makan?”
“Dari danau belakang kampus
Dew, sudah kenyang gara-gara susu kotak sama coklat, kamu aja yang makan”
“Bener? Eh, aku ada titipan nih
dari si ketua LPM”
“Arif maksudnya?. Beneran?”
“Iya, ini baca aja sendiri!”
“Dia ngajakin ketemuan, Dew”
“Serius?”
“Iya, ini baca. Di Danau
belakang kampus.”
“Cie, akhirnya dia peka juga”
“Belum tentu mau ngomongin
hati, Dew. Tapi ya doain aja.”
Nggak bisa tidur, masih saja
memikirkan apa yang sebenarnya mau dibicarakan sama si Arif. Jangan kepedean
dulu Ra, siapa tau cuman pengen ngobrol aja. Ah, semoga sesuai dengan yang
diharapkan. Pukul 00.38, mau sampai jam berapa? Ketemunya juga masih besok
sore, besok pagi ada kelas seni music, dosennya killer. Kalo telat bisa-bisa
nggak dibolehin masuk kelas tambah-tambah tugas yang segitu banyaknya.
Yasudahlah, ayo tidur.
“Ra, bangun..ayo sholat dulu.”
“Iya Dew, sebentar ya, lima
menit lagi.”
“Ini udah jam 05.00 Ra, cepet
gih bangun, ambil wudhu, kita sholat bareng-bareng.”
“Iya iya bu dokter.”
Sebenere masih ngantuk, belum mau
diajak melek ni mata. Tapi kewajiban seorang muslim ya sholat, biar masuk
surga. Pagi ini dingin, hanya di pagi ini, kemarin-kemarin nggak. Mungkin mau
pergantian musim. Ah.
“Kamu imam ya Ra”
“Kamu aja Dew”
“Yaudah ayok”
Lima menit, hanya lima menit
saja bisa beli tiket ke surga, Alhamdulillah.
“Doa apa sih Ra? Khusyu’
banget?”
“Berdoa buat nanti sore,
hehehe.”
“Segitunya Ra, nggakpapa
deh..semoga dikabulin ya”
“Amin Dew, kamu kuliah jam
berapa?”
“Jam tujuh Ra, kenapa?”
“Nebeng ya, motorku lagi di
bengkel, mau jalan kaki males ni”
“Manja!”
“Sekali-kali boleh dong, hehe”
“Iya iya bu guru”
“Nah, gitu dong, nanti makan
siang aku yang traktir deh”
“O, jadi nyogok nih?”
“Bukan nyogok Dew, tapi balas
budi, hehe”
“Iya deh bu guru cantik”
. . . . . . .
“Dew, anak kedokteran
ganteng-ganteng ya? Kelihatan smart semua. Tapi anak FKIP juga nggak kalah sih,
boleh dong kenalin sama pak dokter ganteng, hehe”
“Terus, si Arifnya gimana Ra,
mau diajak ketemuan kok malah mau move on sama pak dokter?”
“Arif mah tetep di hati Dew,
kan cuman kenalan, nggak salah dong ya?”
“Iya nggak salah sih Ra”
“Duluan ya Ra, happy study bu
dokter, jangan lupa ya..kenalin sama pak dokter ganteng, haha.”
“Dasar kamu Ra, sukanya usil”
. . . . . .
“Ra, pinjem novel yang kemarin
kamu baca dong?”
“Ada tuh di kos, besok ya Don”
“Oke”
Itu tadi si Doni, penggila novel,
kemana-mana bukannya bawa kamus Matematika, Fisika, Kimia eh ini malah bawa
novel. Sayangnya dia nggak bakat nulis, jadi belum tentu dong ya orang yang gila
baca itu pinter nulis.
Dosennya ganteng, masih muda,
pinter main bermacam-macam alat music, pinter nyanyi, kurang perfect gimana
coba? Tapi ati-ati, dosennya nggak jinak, galak, nyeremin. Gantengnya ilang
deh. Eh, kok malah ngomongin pak dosen sih. Jangan lupa nanti ada janji sama si
Arif, penghuni hati Rara. Haha.
. . . . . .
Senja, aku datang bersamanya.
Sabar ya. Nanti aku kenalin.
“Hey Ra? Sudah lama nunggu?”
“Oh, nggak kok, baru saja.”
“Ini, susu kotak sama
coklatnya?”
“Kok?”
“Nggak usah heran, kamu suka
kan?”
“Iya, suka, makasih, sebenernya
ada kepentingan apa Rif?
“Kemarin aku liat kamu nilis di
sini, bawa susu kotak sama coklat, makanya aku bawain buat kamu. Kamu suka
nulis? Hobby? Biasanya nulis apa? Puisi? Cerpen? Apa mau bikin novel ya?”
“Oh, gitu. Iya suka, hobby
sih..nulis apa aja, puisi, cerpen, tapi kalo novel belum, biasanya kalo lagi
galau gitu malah banyak inspirasinya, lari deh ke sini, liat senja tu, indah
ya.”
“Jadi sering-sering galau aja
Ra, biar selalu ada inspirasi buat nulis.”
“Yee, nggak gitu juga kali
Rif.”
“Sebenernnya aku mau ngajakin
kamu kerjasama, mau nggak bikin tulisan buat majalah kampus bulan ini? Temanya
pendidikan, kamu kan calon guru nih?”
“Oh, pendidikan ya? Boleh, aku
usahain, ada deadlinenya nggak?”
“Duaminggu ya Ra, sanggup?”
“Oke.”
“Deal ya Ra, jadi sekarang
tugasku cuman satu nih.”
“Iya deal, tugas apa?”
“Bikin kamu galau terus biar
tulisannya cepet selese, haha.”
“Bolehboleh, asal seneng
kamunya.”
“Yee, kok ngambek, becanda Ra.”
Senja, dia yang duduk di
sampingku, berbicara denganku, sore ini membahagiakan. Kita cocok nggak? Jangan
pergi dulu, temenin kita sampai susu kotakny abis ya.
“BTW, kamu sering ke sini?”
“Sering Rif. Karena sering
galau juga, makanya larinya ke sini. Di sini ada yang ngobatin galaunya sih.”
“Oh ya, siapa?”
“Itu, si senja.”
“Emangnya galau kenapa sih Ra?
Pasti gara-gara pacarnya ya?”
“Nggak kok, nggak punya pacar?”
“Aah, yang bener? Nanti ilang
hlo.”
“Serius.”
“Mau nggak jadi pacarku?”
“Ha?”
“Becanda Ra, serius amat sih,
haha.”
“Yee, jail kamu Rif.”
Nggakusah becanda aja Rif, aku
mau kok jadi pacarmu, hampir satu tahun aku nyimpen perasaan ini. Tapi
sudahlah, duduk bareng ditambah ngobrol kayak gini aku udah seneng kok. Hm.
“Ngelamunin apa Ra?”
“Bukan apa-apa kok, senjanya
udah mau istirahat, kamu masih mau di sini?”
“Iya, sebentar lagi Ra.”
“Yaudah, aku duluan ya.”
“Mau dianter?”
“Nggakusah, makasih.”
“Yaudah, ati-ati Ra.”
Senja, maaf aku pulang
duluan..sebener e sih masih pengen ngobrol sama Arif, tapi grogi akunya, takut
ketauan, hehe. Kamu selamat istirahat ya, jangan lupa berdoa.
“Gimana ketemuannya Ra?”
“Seru.”
“Kok seru doang, nyenengin
dong, dia ngomong apa?”
“Iya seneng lah Dew, dia just
nyuruh aku bikin tulisan buat majalah kampus bulan ini.”
“Wah, bisa-bisa modus itu Ra?”
“Modus gimana sih, jelas-jelas
dia cuman minta tolong.”
“Iya sapa tau aja biar dianya
bisa deket sama kamu terus.”
“Nggakboleh kege eran dulu ah
Dew, biar ngalir apa adanya aja, ya nggak?”
“Tumben, kok pasrah
gitu..biasanya exsaited banget.”
“Nggakpapa Dew, takut kalo
cuman PHP, nyakitin, ih nggak mau ah.”
“Oh, moga aja nggak PHP Ra, aku
yakin kok, tunggu aja tanggal mainnya, haha.”
“Iya bu dokter.”
Bintang, izinkan sebentar saja,
aku ingin bersamamu malam ini, melepas segala resah dalam hati. Apa aku masih
boleh berharap? Bantu aku menjawabnya. Kalian indah, kalian selalu bersinar
dalam gelap, kalian butuh gelap, aku butuh jawaban. Kunang-kunang itu juga
butuh gelap untuk terlihat cantik, ayolah aku hanya butuh jawaban.
“Ra, ada
pesan ini”
“Buka aja Dew, dari siapa?”
“Arif Ra.”
“Serius kamu Dew, ah nggak
mungkin.”
“Iya, sini deh.”
“Dia dapet nomerku darimana
ya?”
“Nggah penting dapet darimana,
yang penting dia nyemangatin kamu bikin tulisannya tuh.”
“Iya, buat kepentingan dia Dew,
sms apa kek, selamat malem kek, ngingetin jangan lupa maem kek.”
“Sabar Ra, ada saatnya.”
“Iya Dew, iya sabar terus
akunya.”
~dew, semangat ya
bikin tulisannya J~
Itu pesan pertamanya, lalu
pesan apa lagi ya? Jangan lupa makan, mungkin.
“Hey Ra? Mana novelnya?”
“Kamu Don, ini.”
“Eh, kemarin si Arif minta
nomer Hp kamu, udah sms?”
“Oh kamu to yang ngasih nomerku
ke dia?”
“Nggak boleh ya, maaf Ra.”
“Boleh banget kok Don, haha.
Iya, dia udah sms aku.”
“Cie, ada yang lagi pdkt nih.”
“Apaan sih Don, udah ah aku mau
ke kelas dulu.”
“Thaks ya Ra, novelnya, tiga
hari aku kembaliin.”
“Oke.”
Tumben, semangat banget hari
ini kuliahnya, serasa ada harapan yang akan menjadi indah. Apa? Siapa? Arif?
Semoga…
~Ra, makan siang
bareng yuk, aku tunggu di kantin ya? J~
Tuh, kan panjang umur, Tuhan,
terimakasih, semoga ini jawabannya.
“Hey Rif, udah lama nunggu?”
“Lumayan Ra.”
“Aduh, maaf ya, soalnya tadi
ada urusan sama dosen, biasalah tugas numpuk-numpuk.”
“Its Oke Ra, mau makan apa?”
“Terserah kamu aja Rif.”
“Btw, udah sampe mana
tulisannya?”
(Tuh kan,
ngajakin makan cuman mau nanyain tulisan)
“Ra?, kok
diem?”
“Eh, iya ini
aku udah buat, tinggal dikit kok, besok ya?”
“Cepet banget
Ra, kan deadline duaminggu, kok cuman duahari?”
“Kalo bisa
diselesein cepet kenapa dibikin lama, iya nggak?”
“Iya Ra,
hebat kamu.”
(Just
smile, itu caraku bikin kamu seneng Rif. Dengerin hatiku berteriak, aku
menyukaimu)
“Bakso?”
“Kenapa Ra,
nggak suka sama Bakso ya? Sini biar diganti saja makanannya.”
“Suka banget
Rif, makanan favorit.”
“Wah, kok
bisa sama Ra? Kapan-kapan boleh dong kita kuliner Bakso keliling Jakarta?”
“Hehe, iya
boleh Rif.”
. . . . . . .
. . .
~Ra, jangan lupa makan J~
Senja, hanya
membaca pesannya, aku bahagia. Dia perhatian ya? Doain aku ya senja, semoga dia
nggak mehapein aku. Tapi, sejauh ini aku masih biasa sih sama dia, takut salah
mengartikan, jadi ya keep calm aja.
“Hey Ra?”
“Eh, kamu
kesini juga Rif?”
“Ini, susu
kotak sama coklat?”
“Repot-repot
Rif, pasti ini ya sogokannya buat tulisan?”
“Yey, kok
sogokan sih Ra, tulus tauk ngasihnya.”
“Cie, makasih
ya, sering-sering aja.”
“Maunya kamu
Ra.”
“Senja, kamu
kenal sama gadis berkerudung yang sekarang duduk di sampingku? Cantik ya?”
“Apaan sih
kamu Rif, gombal tren 2014 ya?”
“Haha, keren
kan Ra?”
“Nggak, biasa
aja.”
“Jahat ya
kamu, awas aja.”
“Awas apa,
bisa-bisa nggak tak selesein tuh tulisannya, biar majalahmu nggak jadi terbit.”
“Iya-iya Ra,
maaf, segitunya. Jadi nyesel gombalin kamu.”
“Satu kosong
Rif, hahaha.”
“Ia deh,
ngalah sama cewek cantik.”
“Th kan
gombal lagi, udah ah, aku mau pulang.”
“Iya sana
pulang, ati-ati ya Ra.”
“Oke Rif.”
. . . . . . .
.
Bintang, sore
ini indah, seindah senja. Dia bilang aku cantik, biar gombal nggakpapa, yang
penting aku seneng. Bintang, jaga Arif ya.
~Ra, kamu cantik, dan aku nggak
gombal J~
~Ra, jangan terlalu capek,
deadlinenya duaminggu kok J~
`iya Rif, keep on fighting kok,
selamat beristirahat J`
~iya Ra, terimakasih untuk hari
ini, aku bahagia J~
`maksudnya, kok terimakasih sama
aku?`
~nggakpapa, nanti juga kamu tau
jawabannya J~
Selamat pagi
embun, semoga hari ini menyenangkan, aku mau ngasih tulisan sama Arif, doain
dia suka sama tulisanku ya.
Kemana kamu
Rif? Aku udah keliling kampus kok nggak ketemu-ketemu. Disms juga nggak bales,
ditelfon nggak diangkat. Ah, mungkin dia lagi sibuk sama kuliahnnya. Keep
positive thinking aja. Ke perpus saja, baca-baca, biar nambah kosa kata.
Nggak focus,
just Arif in my brain, nggak tenang, Tuhan ada apa ini?
“Dew, Arif
nggak ada kabar nih.”
“Baru satu
hari Ra, tenang lah, mungkin dia lagi sibuk sampe nggak mau ada yang ganggu.”
“Dia PHP kan
Dew, apa aku bilang.”
“Kamu jangan
negative thinking gitu Ra, tenang lah, baru satu hari.”
“Hm,
entahlah, pokoknya nggakbisa tenang.”
Satu hari,
dua hari, tiga hari, masih nggak ada kabar. Sebenernya apa sih maksudnya? Apa
maksudnya susu kotak sama coklat yang dia kasih kemarin-kemarin? Apa maksudnya
ngingetin jangan lupa makan? Apa maksudnya ngingetin jangan capek-capek? Apa
maksudnya bilang aku cantik? Apa maksudnya bilang terimakasih dan dia bahagia
hari itu? Entah Rif, aku nggak tau. Aku cuman mau ngasih tulisan buat majalah
kampusmu Rif, cuman itu kok.
~Ra, Arif dirawat di Rumah
sakit, empathari yang lalu dia kecelakaan pas mau pulang dari Danau~
Sore itu?
Berarti terakhir dia sms, sudah di rumahsakit? Sudah kecelakaan?
Jangan nangis
Ra, jangan sedih, Arif baik-baik saja. Pasti.
`gimana keadaan Arif Don?`
~kritis Ra~
Tuhan, jangan
biarkan dia kenapa-napa. Peluk dia Tuhan, kuatkan dia. Baru sebentar aku
merasakan bahagia dengannya. Aku menyayanginya. Rif, yang kuat ya, kamu pasti
sembuh.
“Rif, ini aku
Rara, kamu kenapa? Ini aku bawa tulisan yang kamu minta. Bangun Rif, kamu nggak
mau liat senja seperti kemarin sore? Nanti aku yang bawa susu kotak sama
coklatnya. Kapan kita keliling Jakarta, kuliner bakso, makanan favorite kita.
Rif, kamu denger aku bicara kan? Bangun Rif.”
“Nak Rara?”
“Iya bu, ibu
siapa?”
“Saya ibunya
Arif,.”
“Kok ibu tau
saya Rara?”
“Arif nitip
ini buat kamu sebelum dia kritis.”
“Surat?”
“Baca saja
Nak.”
~Ra,
aku sayang sama kamu, baik-baik ya. Aku sudah kirim surat buat senja, senja mau
jagain kamu, baik-baik Ra. Terimakasih, aku bahagia mencintamu~
Tuhan, kenapa
harus kau berikan aku ujian seperti ini? Dia juga menyukaiku Tuhan, dia
mencintaiku, bangunkan dia, jangan kau ambil dia. Aku ingin menjaganya Tuhan.
“Rif,
bangun..aku juga mencintaimu.”
Dokter,
bangunkan dia, sembuhkan dia dok.
“Maaf nak,
sepertinya dia bertahan sampai sekarang hanya karena menunggumu, dia sudah
pergi.”
Nggak
mungkin. Tuhan, mimpi buruk apa ini. Cubit aku Tuhan, ini hanya mimpi buruk.
Senja, aku
mau baca suratnya Arif yang ditulis buat kamu. Mana? Aku mau baca. Aku sedih,
aku sakit, kenapa harus berakhir seperti ini? Terimakasih untuk empat hari
kemarin Rif, aku bahagia. Setiap ada pertemuan pasti juga ada perpisahan, ada
semilir duka, tapi aku percaya ini takdir yang sudah Allah gariskan untuk kita.
Selamat beristirahat bersama senja Rif , senja yang sama seperti kemarin. Tidur
yang nyenyak Rif. Mimpi indah. Aku mencitaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar